Sunday 3 June 2012

MUSLIMAH DAN RASA MALU






Hampir diseluruh dunia sepakat bahwa wanita selalu menjadi ikon tunggal kecantikan dengan akumulatif apresiasinya terhadap wajah serta tubuh yang indah. Apresiasi ini mungkin tidak salah, kerana secara fitrah wanita hadir dengan sosok yang lembut dan indah. Dari sosok seperti inilah maka sepantasnya muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu. Mengapa harus Malu?

Rasa malu adalah sifat yang mulia. Rasa malu, seluruhnya adalah kebaikan. Rasulullah SAW merupakan profil yang menjadi panutan dan tauladan dalam perihal rasa malu. Bahkan sampai disebutkan bahwa beliau lebih pemalu dari gadis pingitan yang berada dalam kamarnya. Rasa malu adalah akhlak yang mulia, akhlak yang dimiliki oleh orang-orang yang baik. Setiap orang yang memiliki rasa malu niscaya akan tercegah dari perkara-perkara yang buruk dan jelek yang dimurka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya serta dibenci oleh manusia.
Rasa malu itu sendiri terbagi dua (berdasarkan cara terbentuknya, red), yaitu :
Ada rasa malu yang menjadi sifat pembawaan atau tabiat yang merupakan kurnia dan pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini diistilahkan dengan rasa malu yang tidak diupayakan. Boleh jadi ada sebahagian orang yang meninggalkan perkara-perkara yang buruk dan keji bukan kerana dia paham dan komitmen kepada agamanya. Akan tetapi lebih disebabkan rasa malu untuk melakukannya. Sehingga dia meninggalkannya bukan kerana dorongan agama tapi disebabkan faktor rasa malu yang memang Allah ciptakan pada dirinya. Tabiat ini merupakan kurnia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dilimpahkan kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha memiliki keutamaan yang besar.
Pada zaman ini kita masih banyak melihat para muslimah yang masih menghadirkan rasa malu untuk tidak berbuat maksiat, mengumbar aurat, suara atau gerak tubuhnya di depan khalayak yang tak pantas melihat dan mendengarnya. Muslimah seperti inilah yang Allah hadirikan didalam dirinya rasa malu sebagai Rahmat dari-Nya.
Rasa malu yang kedua adalah rasa malu yang bisa diupayakan (dibentuk dengan usaha khusus, red). Maksudnya adalah rasa malu yang lahir kerana seseorang selalu merasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu boleh wujud kerana mengenal dzat Allah melalui nama-nama dan sifat-sifat Nya yang Maha Mulia dan Agung. Dia malu kalau Allah melihatnya berbuat keburukan. Maka dia berupaya menghindari perkara-perkara yang buruk dan keji disebabkan rasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun secara tabi’at dan watak, dia boleh dan mungkin biasa melakukan keburukan  tersebut. Ini namanya rasa malu yang diupayakan dan yang dimaksud oleh sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam:
“Rasa malu itu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Muslimah yang berilmu akan menghiasi dirinya dengan malu bila dan dimanapun ia berada, dengan Ilmu yang ia mampu mengolah hatinya agar tidak terperosok dalam syubhat-syubhat serta godaan-godaan yang dapat menghilangkan dirinya dengan rasa malu, lisannya senatiasa terjada dengan tutur kata berkualitas serta Dzikrullah dan Malu tetap menghiasinya. Serta tingkahnya yang menunjukkan ketakwaannya kepada Rabbnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam– sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma- pernah melewati seseorang dari kalangan anshar yang tengah menasihati saudaranya mengenai rasa malu. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“Biarkan dia, karena sesungguhnya rasa malu itu termasuk dari keimanan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Rasa Malu Yang Baik

Rasa malu yang termasuk dari keimanan adalah rasa malu yang diupayakan kerana merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa pun keadaannya, seorang yang punya rasa malu secara tabiat dan kepribadian, memiliki modal dasar untuk menuju rasa malu yang diupayakan karena merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika rasa malu itu dicabut dari seseorang, baik rasa malu secara tabiat dan kepribadian maupun rasa malu yang memang disyari’atkan, maka akan lenyap berbagai kebaikan dari dirinya. Dia akan jatuh pada perbuatan-perbuatan yang buruk dan jelek, baik secara hukum syar’i mahupun secara adat kebiasaan manusia. Hari ini kita sangat mudah menyaksikan saudari-saudari muslimah kita yang tampak megah dengan hiasan kemaksiatan yang dilakukan tanpa adanya rasa malu sediktpun.

Rasa Malu Yang Buruk

Namun disana sesungguhnya ada rasa malu yang tercela. Rasa malu yang tercela –sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah dan yang selainnya- yaitu rasa malu yang menghalangi seseorang untuk menunaikan hak dan kewajiban. Seseorang merasa malu dalam menuntut ilmu sehingga dia mengalami kebodohan dalam agamanya. Seseorang merasa malu untuk beribadah kepada Allah sehingga dia tidak menunaikan kewajibannya terhadap Allah. Seseorang merasa malu untuk menunaikan hak dirinya, hak keluarganya, hak kaum muslimin. Maka semua rasa malu itu adalah rasa malu yang tercela. Karena rasa malu yang seperti ini merupakan kelemahan dan kecerobohan. (lihat Fathul Baari 3/138). Maka sebagai Muslimah yang cerdas, hendaknya kita menghindari diri dari rasa malu yang tidak menguntungkan bagi kualiti ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Sedangkan yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Rasa malu itu tidak membawa kecuali kepada kebaikan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
yaitu rasa malu yang membawa kepada keimanan serta tidak melalaikan hak dan kewajiban. Lalu mengapa rasa malu yang menghalangi seseorang dari kebaikan disebut sebagai rasa malu? Hal itu kerana rasa malu ini menyerupai rasa malu yang yang disyari’atkan. Padahal hakikatnya, rasa malu yang menghalangi dari kebaikan adalah tercela di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manfaat Rasa Malu

Maka muslimah yang mempunyai rasa malu akan terhalangi dari perkara-perkara yang buruk dan keji, baik rasa malu yang berlaku secara tabi’at maupun rasa malu yang lahir kerana keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika kita mahu memperhatikan kondisi dan keadaan manusia secara cermat, niscaya kita akan mendapati realita bahawa berbagai keburukan dan terjadi, baik yang berupa kekafiran, kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan, baik yang kecil maupun yang besar, disebabkan mereka telah kekurangan bahkan kehilangan rasa malu yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika rasa malu dengan kedua jenisnya telah hilang dari seseorang maka tak ada lagi kebaikan yang boleh diharapkan darinya. Bahkan boleh jadi dirinya telah berubah menjadi syaithan yang terkutuk.
Kita memohon kepada Allah keselamatan dan keampunan dan menjadikan diri kita sebagai Muslimah yang cantik dengan rasa Malu. Wallahu a’lam bish-shawab.
Referensi :
“Kemulian Rasa Malu”, Oleh: Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani.

Penulis : Fauziah Ramdani

♥ 9 Mimpi Nabi Muhammad SAW ♥





Daripada Abdul Rahman Bin Samurah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda:

"Sesungguhnya aku telah mengalami mimpi-mimpi yang menakjubkan pada malam aku sebelum di Israqkan........"

1. Aku telah melihat seorang dari umatku telah di datang oleh malaikatul maut dengan keadaan yg amat mengerunkan untuk mengambil nyawanya,maka malaikat itu terhalang perbuatannya itu disebabkan oleh KETAATAN DAN KEPATUHANNYA KEPADA KEDUA IBUBAPANYA.

2. Aku melihat seorang dari umatku telah disediakan azab kubur yang amat menyiksakan, diselamatkan oleh berkat WUDUKNYA YANG SEMPURNA.

3. Aku melihat seorang dari umatku sedang dikerumuni oleh syaitan-syaitan dan iblis-iblis lakhnatullah, maka ia diselamatkan dengan berkat ZIKIRNYA YANG TULUS IKHLAS kepada Allah.

4. Aku melihat bagaimana umatku diseret dengan rantai yang diperbuat daripada api neraka jahanam yang dimasukkan dari mulut dan dikeluarkan rantai tersebut ke duburnya oleh malaikut Ahzab,tetapi SOLATNYA YANG KHUSUK DAN TIDAK MENUNJUK-NUNJUK telah melepaskannya dari seksaan itu.

5. Aku melihat umatku ditimpa dahaga yang amat berat, setiap kali dia mendatangi satu telaga di halang dari meminumnya,ketika itu datanglah pahala PUASANYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SWT memberi minum hingga ia merasa puas.

6. Aku melihat umatku cuba untuk mendekati kumpulan para nabi yang sedang duduk berkumpulan-kumpulan, setiap kali dia datang dia akan diusir, maka menjelmalah MANDI JUNUB DENGAN RUKUN YANG SEMPURNANYA sambil ke kumpulanku seraya duduk disebelahku.

7. Aku melihat seorang dari umatku berada di dalam keadan gelap gelita di sekelilingnya, sedangkan dia sendiri di dalam keadaan binggung, maka datanglah pahala HAJI DAN UMRAHNYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SWT lalu mengeluarkannya dari kegelapan kepada tempat yang terang-benderang.

8. Aku melihat umatku cuba berbicara dengan golongan orang mukmin tetapi mereka tidak pun membalas bicaranya,maka menjelmalah SIFAT SILATURRAHIMNYA DAN TIDAK SUKA BERMUSUH-MUSUHAN SESAMA UMATKU lalu menyeru kepada mereka agar menyambut bicaranya,lalu berbicara mereka dengannya.

9. Aku melihat umatku sedang menepis-nepis percikan api ke mukanya, maka segeralah menjelma pahala SEDEKAHNYA YANG IKHLAS KERANA ALLAH SWT lalu menabir muka dan kepalanya dari bahaya api tersebut.

BERSABDA RASULULLAH SAW: "SAMPAIKANLAH PESANANKU KEPADA UMATKU

YANG LAIN WALAUPUN DENGAN SEPOTONG AYAT"


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...